Pemerintah Indonesia terus memperkuat sistem Online Single Submission (OSS) sebagai langkah strategis untuk meminimalisir praktik korupsi dalam proses perizinan investasi sekaligus meningkatkan transparansi dan efisiensi operasional.
OSS, yang diresmikan sejak 2018 melalui Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2018, menjadi tulang punggung reformasi birokrasi dalam menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif.
OSS Mengurangi Interaksi Langsung, Cegah “Kongkalikong”
Salah satu keunggulan OSS adalah meminimalkan tatap muka antara pelaku usaha dan pejabat pemerintah. Menurut Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian, Susiwijono, hal ini secara signifikan mengurangi peluang praktik suap atau “kongkalikong” yang kerap terjadi dalam proses perizinan manual.
Sistem ini juga mengintegrasikan data dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memantau transaksi mencurigakan di sektor seperti properti dan perdagangan emas dengan nilai di atas Rp500 juta.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menegaskan bahwa digitalisasi OSS tidak hanya mengubah proses administratif, tetapi juga perilaku pejabat.
“Digitalisasi harus diikuti perubahan mental agar tidak ada celah korupsi,” ujar Menteri PUPR Basuki Hadimuljono saat meresmikan integrasi OSS dengan sertifikasi jasa konstruksi.
Transparansi dan Kecepatan Proses Perizinan
OSS menyediakan platform terpusat untuk memantau status perizinan secara real-time. Pelaku usaha dapat melacak progres aplikasi mereka tanpa perlu mendatangi instansi terkait, sehingga meningkatkan akuntabilitas.
Selain itu, sistem ini menerapkan standar waktu penyelesaian izin, seperti penerbitan Nomor Induk Berusaha (NIB) yang hanya membutuhkan 7 menit jika dokumen lengkap.
Dalam versi terbaru OSS Berbasis Risiko (2021), proses perizinan disesuaikan dengan tingkat risiko usaha. Misalnya, usaha mikro dan kecil (UMK) dengan risiko rendah cukup mengurus NIB, sementara usaha berisiko tinggi wajib memenuhi persyaratan tambahan seperti analisis dampak lingkungan.